Selasa, 12 April 2011

Belajar dari Pengalaman


            Masa remaja adalah masa dimana kita sedang seenaknya sendiri. Maksudnya, masa remaja adalah masa-masa nakal kami. Tapi inilah yang membuat hidup kita berwarna. Tidak datar tanpa ada pengalaman yang mengesankan.
            Kemarin, 12 April 2011 aku dan kawan-kawanku mendapat pelajaran berharga lagi tentang bagaimana menghargai orang lain. Hari ini, sepatu teman kami nyangsang atau nyangkut di pohon dekat lapangan basket. Memang waktu itu bel masuk setelah istirahat sudah berbunyi. Tapi, yang namanya anak penasaran, aku dan teman-teman yang lainnya ingin lihat ke lapangan. Waktu itu gurunya sudah masuk kelas, tapi kami juga merasa sudah izin buat lihat ke lapangan basket.
            Jam tangan kami menunjukkan kami keluar kelas nggak ada 10 menit. Tapi, ibarat majas puisi, guru kami ini kata-katanya bermajaskan hiperbola. Kami keluar nggak lebih dari 10 menit, tapi dibilang sudah setengah jam!
            Apa boleh buat. Dimana-mana kekuasaan guru itu lebih tinggi dari kekuasaan murid. Hukuman pertama, kami dilarang masuk kelas. Kedua, lapor dulu ke guru tatib dengan tuntutan keluar kelas tanpa izin. Satu yang ada dipikiranku: tadi kan sudah izin???
            Apa boleh buat lagi. Kami bareng-bareng cari guru tatib, tapi guru yang bersangkutan sedang mengajar. Akhirnya, kami berdiri aja di depan kelas, berharap bu guru mau memberi sedikit keringanan. Memang akhirnya kami dipersilahkan masuk, tetapi dengan membuat surat pernyataan tidak akan mengulangi perbuatan ini lagi.
            Selama pelajaran, kami memikirkan seribu alasan dan seribu kemungkinan kalau kami minta tanda tangan orang tua nanti. Bukan hanya orang tua yang kami takuti, tapi juga guru tatib. Kalau dimarahi mungkin sudah biasa, tapi bekasnya di hati yang akan sulit dihilangkan. Tapi yang namanya murid yang bertanggung jawab dan memiliki rasa solidaritas tinggi, kami akan tetap minta tanda tangan ortu dan guru tatib apa pun yang terjadi nanti.
            Pulang sekolah, kembali kami mencari guru tatib. Tapi, guru tatib yang biasanya sudah pulang. Tinggal satu guru tatib baru, panggil saja pak ganteng. Nah, si pak ganteng ini kalau marah serem juga. Dengan sedikit deg-degan kami menjelaskan masalahnya. Cuma dinasihati sedikit, akhirnya beliau mau menandatangani surat pernyataan kami.
            Disini, sebagai murid yang bertanggung jawab, kami meminta maaf yang sebesar-besarnya untuk guru kami ini. Muuuuaaaaaaaaaaaffff ya buuu... Nggak tega kami lihat mata beliau yang sudah berkaca-kaca itu.. Kedua, untuk si bapak guru tatib yang mau menasihati dan menandatangani surat kami. Masalahnya cepat selesai karena bantuan bapak.. Ketiga, jelas untuk orang tua. Sekali-kali anaknya dapat pengalaman baru nggak papa dong??
            Apa yang membuat hidup lebih indah? Karena adanya masalah-masalah dan penyelesaiannya yang akan menjadi pelajaran hidup baru. Seperti pepatah, pengalaman adalah guru yang paling baik. Apa yang membuat persahabatan terasa sempurna? Karena adanya rasa solidaritas dan kebersamaan didalamnya. Apa yang membuat pengalaman terasa sulit untuk dilupakan? Karena ia hanya datang sekali, dan hanya orang yang memaknai pengalaman itu dengan positif yang bisa merasakan indahnya pengalaman...

0 comments:

Posting Komentar